Cerita Akmal dan Rappo Berdayakan Kaum Kartini di Pesisir Pantai Makassar

Ditulis oleh Andi Ayatullah Takdir / Noya

Ditulis oleh Andi Ayatullah Takdir / Noya

01/12/2023

Isu lingkungan mengenai sampah plastik sudah menjadi persoalan klasik, tantangan global, bahkan di Indonesia, seperti di kota-kota besar nya yang padat penduduk dengan tingkat pemakaian plastik tinggi.

Namun tidak sedikit beberapa negara sukses mengelola dengan baik sampah plastik mereka menjadi sesuatu bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi bahkan.

Bagaimana dengan Kota Makassar? Di kota ini sendiri persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan. Tapi bila membahas mengenai kreativitas kota ini bak lautan luas dengan air yang berlimpah tinggal menunggu adanya kemauan atau aksi nyata.

Seperti yang dilakukan Akmal Idrus yang mampu mereduksi sampah plastik menjadi seni bernilai ekonomis. Apa yang telah dilakukannya? Akmal dengan sampah plastik mampu membuka lapangan kerja untuk 25 orang karyawannya di Makassar dan di Depok dengan mitra 8 orang ditambah tim 8 orang.

Ini merupakan hal yang fantastis, sampah plastik kemasan, produk makanan rumah tangga yang kerap dibakar atau hanya di titipkan pada petugas sampah disulap menjadi tas dengan design menarik sebanyak 17 jenis dengan brand Rappo.

“Rappo” secara filosofi dalam bahasa Bugis-Makassar artinya buah. Menurut Akmal pemilihan Rappo sebagai nama brandnya dinilai filosofi itu cocok dengan kerajinan tas produksi Rappo yang full colour seperti buah yang memiliki keanekaragaman warna, segar dan sesuai selera anak muda.

Ide Akmal membangun Rappo ini dimulai di tahun 2020 yang kini menjadi bisnis sosial yang memang fokus memberdayakan perempuan khususnya di kawasan pesisir dan prasejahtera dalam memerangi masalah sampah plastik menjadi barang yang bernilai dengan konsep green business

Dijelaskan Akmal, sampah kantong plastik sangat banyak berserakan dan mencemari lingkungan. Sampah dari kantong plastik sangat tidak memiliki nilai ekonomis, hanya dihargai 250 rupiah per lembar setelah di-press. Berbeda dengan sampah lain seperti botol plastik, kertas dan kardus yang sudah banyak ditampung oleh pengepul.

Dari situlah mendasari ide Akmal yang berlatarkan keresahannya, sehingga produk bahan dasar Rappo dari hasil daur ulang sampah kantong plastik. 

Akmal memberdayakan kaum kartini para ibu-ibu di Makassar, di lorong-lorong gang, yang memiliki kebiasaan membuat tas dari sampah plastik namun disayangkan produk yang mereka buat itu hanya digunakan sesaat, karena desainnya tidak menarik, dan pada akhirnya hanya akan kembali menjadi sampah.

Awalnya Akmal melakukan riset melalui mesin pencarian di Google, mencari berbagai referensi dan literatur, hingga turun langsung ke berbagai pusat perbelanjaan untuk mengamati secara detail, model, bahan dasar tas, cara menjahit dan kerapiannya. Setelah riset, lalu trial and error bermodal tabungan sendiri selama setahun, akhirnya membuahkan hasil. Sampah kantong plastik, ketika di-press dengan tekanan tertentu ternyata bisa menghasilkan lembaran yang mirip dengan kulit.

 

“Dari situ muncul ide ternyata bisa dibuat tas. Kita coba-coba waktu itu ternyata jadi,” ujar Akmal.

Dia pun berani merealisasikan keresahannya, dan mulai membuat tas tepatnya pada 20 Juni 2020. Untuk memulai jelasnya bukan perkara mudah. Setelah ketemu bahan dasarnya, alat yang digunakan masih seadanya. Kalau sekarang dalam berproduksi sudah didukung mesin, dulu masih memakai setrika.

Apalagi, dia juga belum punya penjahit, jadi harus keliling di Makassar mencari penjahit yang mau menjahit lembaran limbah plastik yang sudah dipress.

Dalam perjalanan bisnisnya keraguan sempat menyapanya, apalagi dengan investasi dan waktu yang telah ia berikan, Apakah, bisa memberi dampak positif bagi kehidupannya, komunitas dan masyarakat.

Seiring dengan kemajuan usaha Rappo, karyawan di bidang keuangan dan marketingnya di Makassar dan Depok sudah mencapai 20 orang anak muda. Sedangkan, penjahit yang sudah dilatih menjadi mitra atau beneficiaris sebanyak 13 kaum perempuan di Makassar dan 12 orang di Depok atau total 25 mitra.

Dalam menjalankan bisnis sosial berbasis lingkungan agar tetap berkelanjutan, Akmal pun menekankan kemampuan inovasi produk. Dia tidak memaksakan semua materialnya harus kantong plastik, karena juga harus melihat demand-nya dari sisi penjualan

“Banyak usaha sosial jelas yang gagal, karena terlalu fokus pada impact, sehingga perputaran uang mereka susah dan tidak berkelanjutan” jelas Akmal.

Kini, produk Rappo sudah dikenal luas salah satunya karena dipasarkan secara busines to business. Bahkan, dalam beberapa event-event nasional dipilih sebagai souvenir seperti saatRapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) ke XVI pada Juli 2023 lalu di Makassar.

 

Rappo pun kini meraih prestasi sebagai Juara 4 dalam lomba Social Busineess Community yang digelar Kementerian Keuangan. Saat penganugerahan pemenang dihadiri langsung Presiden Joko Widodo.

Atas keberhasilan memberdayakan kaum Kartini di pesisir Kota Makassar, apresiasi itu pun datang, Akmal sebagai pendiri Rappo mendapat undangan dan beasiswa LPDP dari Kemenkeu berupa short course ke luar negeri pada Februari 2024 mendatang.

Share To:

LANGGANAN DI SUREL KAMI

Tetap selalu update dengan langganan dengan kami. Anda akan mendapatkan email berita terbaru dari kami

Lintas Artikel

Olahraga

Gaya Hidup

Hiburan

Musik

Fashion

Scroll to Top