Makassar kembali menjadi saksi lahirnya karya lokal berkualitas dengan tayangnya film “Puang Boss” di bioskop-bioskop ternama. Disutradarai oleh Adink Liwutang dan diproduksi oleh Leni Lolang, film ini menghadirkan kisah yang bukan hanya sarat komedi romantis tetapi juga penuh dengan nuansa budaya Sulawesi Selatan. Tak heran, sejak kabar perilisannya diumumkan, “Puang Boss” langsung mendapat perhatian besar dari masyarakat lokal yang haus akan hiburan berkualitas dengan cita rasa daerah sendiri.
Salah satu daya tarik utama dari film ini adalah fokusnya pada kapal Pinisi, ikon budaya dan kebanggaan masyarakat Bugis-Makassar. Pinisi, kapal tradisional yang terkenal karena keindahan dan kehandalannya, menjadi simbol filosofi hidup yang mendalam—kualitas di atas kuantitas, dan perjuangan melawan arus kehidupan. Film ini berhasil membawa pesan tersebut dengan cara yang menghibur tanpa terasa menggurui.
Film ini turut menghadirkan perpaduan bintang nasional dan lokal. Michelle Ziudith berperan sebagai Pertiwi, ditemani Ibrahim Risyad sebagai Dewa Ruci. Yang menarik, film ini juga melibatkan pelawak lokal ternama seperti Arif Brata dan Abd Rojak. Kehadiran mereka tidak hanya menambah unsur komedi segar, tetapi juga memberikan autentisitas dialek Makassar dan Bulukumba yang konsisten ditampilkan sepanjang film
Arif Brata, dengan gaya khasnya, menyuguhkan humor lokal yang relevan, sementara Abd Rojak membawa karakter ayah Pertiwi dengan nuansa emosional yang menyentuh. Perpaduan ini membuat “Puang Boss” terasa dekat di hati, terutama bagi masyarakat Makassar yang bisa melihat representasi kehidupan sehari-hari mereka di layar lebar.
Film ini juga menyuguhkan pemandangan indah Sulawesi Selatan. Dari laut biru di Bulukumba hingga kehidupan kota di Makassar, setiap adegan diambil dengan cermat untuk menonjolkan keindahan alam dan budaya setempat. “Puang Boss” bukan sekadar film; ini adalah perjalanan visual yang mengajak penonton untuk mengenal lebih dalam tanah kelahiran Pinisi.
Di balik cerita romantis dan komedi, film ini menyampaikan pesan penting tentang pelestarian budaya. Dalam setiap dialog dan adegan, tersirat filosofi Pinisi yang mengajarkan tentang pentingnya ketekunan, kualitas, dan semangat pantang menyerah. Ini menjadi pengingat bahwa warisan budaya bukan sekadar masa lalu, tetapi juga fondasi masa depan.
“Puang Boss” bukan hanya film untuk ditonton, tetapi sebuah karya yang perlu dirasakan. Di tengah arus globalisasi, film ini mengajak kita untuk kembali mengenali dan mencintai budaya sendiri. Sebuah karya yang membuktikan bahwa cerita lokal, jika digarap dengan serius, mampu bersaing dan meninggalkan kesan mendalam.
Jadi, bagi kamu yang ingin menyaksikan kisah penuh tawa, cinta, dan kearifan lokal, jangan lewatkan “Puang Boss” di bioskop terdekat. Ini bukan sekadar film; ini adalah penghormatan untuk budaya dan filosofi hidup Sulawesi Selatan yang kaya akan nilai dan cerita.