Kekayaan budaya Indonesia tidak hanya terlihat dari bahasa, pakaian khas adat, dan senjata, tetapi juga dari segi penulisan. Salah satunya aksara Lontara.
Huruf atau aksara Lontara menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan suku Bugis Makassar. Lontara ini berasal dari kata ‘lontar’ yang merupakan spesies flora endemik dari Sulawesi Selatan.
Aksara Lontara, juga dikenal sebagai aksara Bugis, aksara Bugis-Makassar, atau aksara Lontara Baru adalah salah satu aksara tradisional Indonesia yang berkembang di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Aksara Lontara digunakan untuk menulis pesan atau dokumen penting di atas daun lontar. Salah satunya yang bisa dilihat hingga sekarang ada pada naskah I La Galigo yang ditulis menggunakan huruf Lontara pada wadah yang unik.
Sebelum menggunakan huruf latin seperti sekarang, aksara Lontara banyak digunakan sebagai tulisan sehari-hari pada abad 14 hingga awal abad 20.
Mungkin seperti itu sejarah singkat mengenai Lontara, tapi bagaimana jadinya bila aksara ini dijadikan motif pada sarung yang diminati dan pada akhirnya memiliki nilai lebih.
Sarung lontara, salah satu sarung hasil karya pelaku UMKM lokal di Makassar. dengan mengusung brand ‘Wanua Panrita Kitta’ Mimi Asmi menjelaskan produknya ini sebagai sarung dengan motif lontara pertama di Indonesia.
Mimi awalnya hanya menjual sarung khas Toraja, namun lama kelamaan Mimi gelisah karena terbatasnya sarung motif bernuansa Bugis Makassar.
Dari situlah muncul ide kreatif untuk memproduksi sendiri sarung dengan motif Toraja dan Lontara, dengan niat agar huruf lontara juga lebih lestari.
“Memang dipilih kata-kata dalam motifnya berisi petuah-petuah Bugis Makassar, jadi secara tidak langsung bisa mengedukasi masyarakat bahwa ada kebajikan yang diajarkan dalam petuah Bugis Makassar,” ujar Mimi.
Sarung lontara menjadi salah satu home industri yang kerap merasakan melonjaknya permintaan akan sarung lontara membuat ‘Wanua Panrita Kitta’ produsen sarung lontara di Makassar ini, kewalahan dalam memenuhi permintaan konsumen.
Namun, Mimi mengaku membangun bisnisnya ini bukan tanpa hambatan, salah satu tantangan dari usaha Sarung Lontara ini adalah plagiarisme atau tindakan menjiplak dari oknum-oknum mencari keuntungan dari hasil karya orang lain yang sulit dielakkan.
Mimi berharap pemerintah memfasilitasi dan memberi kemudahan kepada para UMKM untuk mengurus Hak Kekayaan Intelektual atau HAKI ataupun Hak Cipta, karena sangat banyak yang telah melakukan plagiarisme namun tak dapat berbuat banyak karena kendala legalitas hukum tersebut
Dijelaskan Mimi, unsur kearifan lokal dalam motif sarung, menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Sulawesi Selatan baik yang ada di Makassar maupun di daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Pembeli sarung lontara Wanua Panrita Kitta 80 persennya di dominasi pemesanan online yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Sumatera, Jawa hingga Papua, bahkan Malaysia hingga Brunei Darussalam.
Bila anda tertarik memiliki koleksi sarung lontara dari Wanua Panrita Kita bisa memesan melalui instagram @wanua_anritakitta.